GAGASAN INOVATIF PPI LYON DALAM DIPLOMASI BUDAYA INDONESIA

Sebagai anggota perhimpunan pelajar Indonesia, bukan hal yang luar biasa jika kita diharapkan untuk memperkenalkan kekayaan budaya bangsa di negeri Napoleon ini. PPI Prancis sebagai wadah organisasi pelajar Indonesia di Prancis secara rutin telah menyertakan promosi budaya Indonesia lewat berbagai program kerjanya. Tak ketinggalan berbagai cabang PPI wilayah, di antaranya Nantes, Marseille, Toulouse, Lille, dan Lyon, turut antusias menyelenggarakan berbagai pesta budaya. Tak ayal, agenda tahunan dengan judul soirée indonésienne ataupun journée indonésienne pun sudah tak asing didengar di kalangan pelajar Indonesia di Prancis.

Di tengah berbagai festival budaya tersebut, dedikasi dari PPI Lyon patut mendapat perhatian tersendiri. Pelajar Indonesia di kota terbesar ketiga di Prancis ini tidak hanya konsisten mempromosikan budaya nusantara, tetapi juga terus melakukan inovasi dalam mengoptimalkan potensi untuk menyentuh publik Prancis.

Setelah di tahun 2014 sukses mementaskan teater sejarah di acara Soirée Culturelle Indonésienne dan menampilkan sendratari musikal dalam Iles de Rêves, di tahun 2015 PPI Lyon menggelar Festival Kuliner Indonesia (Féstival Culinaire Indonésien). Acara yang berlangsung pada Minggu, 5 April di Centre Culturel de la Vie Associative, Lyon, ini merupakan acara kebudayaan kelima yang digagas oleh PPI Lyon.

Dari tahun ke tahun, semakin terlihat kematangan tema dalam menggali kekayaan budaya Indonesia untuk diperkenalkan pada masyarakat Prancis. Dalam Festival Kuiner Indonesia ini, PPI Lyon menggadang tema “Un voyage gourmand” atau wisata kuliner.



Koordinator Fungsi Pensosbud KBRI Paris, Henry Kaitjili, mengatakan pihaknya turut bangga atas kreativitas dan inisiatif PPI Lyon untuk menggelar Festival Kuliner Indonesia yang baru pertama kali diadakan di Lyon. “PPI Lyon adalah PPI yang paling aktif dan gencar mempromosikan budaya Indonesia di Prancis, apalagi dengan adanya tema kuliner ini, bagus sekali”, komentar beliau. Bapak Henry lebih lanjut juga berharap agar acara ini dapat menjadi event rutin mengingat bahwa kuliner Indonesia memiliki potensi besar di Prancis.

Penilaian Bapak Henry sepertinya tidak berlebihan. Meski baru pertama kali muncul di publik, acara ini dipadati pengunjung. Sekitar 300 pengunjung dari Lyon dan sekitarnya antusias mencicipi berbagai sajian khas Indonesia. Dengan konsep bazaar, pengunjung bebas memilih aneka hidangan yang menarik selera. Tak kurang dari 33 jenis makanan dan minuman disajikan mulai dari aneka cemilan seperti klepon, molen, martabak telur, lumpia, risoles, tahu isi, siomay hingga menu lengkap seperti nasi rendang, mie goreng, nasi goreng, bakso, pempek.


Dari kanan - kiri: Ketua PPI Lyon Reyner, Ibu Kepala ITPC Endang Suprihatin, Siti Fhatimah, Bpk. Duta Besar Hotmangaraja Pandjaitan, Annisa Azzahra, Margaretha Audrey, Bpk. Kepala Fungsi Penerangan Sosial-Budaya Henry Kaitjily.

Makanan yang gurih seperti bakso, mie goreng, dan nasi goreng tampaknya menjadi favorit warga Prancis. “Saya pernah ke Indonesia dan saya sangat senang mie goreng. Saya datang ke sini karena rindu rasa masakan ini”, komentar Leila, warga Chambéry yang rela datang ke Lyon.

Selain masakan, terdapat pula stand yang menjual aneka produk Indonesia seperti mie instan, kecap, kerupuk udang, sambal pecel, yang sering dicari para diaspora dan pelajar Indonesia di Prancis. Menurut Ibu Endang Soewandi, ketua Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) di Lyon, acara ini jadi kesempatan yang baik untuk memperluas promosi produk-produk Indonesia, khususnya dalam industri makanan yang nilai ekspornya cukup besar.

Berbagai pentas seni budaya juga disuguhkan sepanjang acara yang berlangsung sejak pukul 13.00 hingga 17.00, antara lain tari saman, tari merak, tari cendrawasih, serta lagu tradisional dengan iringan kecapi dan rampak gendang. Tidak hanya itu, berbagai kegiatan kreatif juga dipersembahkan, seperti demo masak dari chef KBRI, tari poco-poco bersama, peragaan busana adat, serta photo booth dengan mengenakan kostum tradisional. Para pengunjung pun dapat menikmati makanan serta pertunjukan seni budaya sambil membaca berbagai brosur pariwisata dan bahan promosi lain tentang Indonesia.


Citra Hadiputri menari Tari Cendrawasih dari Bali

Dennisa Tonbeng menarikan Tari Jaipong dari Jawa Barat

Putri Afiyah, Tiara Dewi, Citra Hadiputri, Prafitra Viniani, Prawita Vidiasari, Siti Fhatimah, Naila Firdaus, Anindya Widianto, Annisa Azzahra, Margaretha Audrey dan Diani Maharani membawakan Tari Saman dari Aceh

Arie Fitria menarikan Tari Sigeh Pengunten dari Lampung

Prawitra Vidiasari membawakan Tari Merak dari Jawa Barat

Kuliner, Strategi Diplomasi Budaya Efektif di Lyon

Menurut ketua PPI Lyon, Reyner, mulai tahun ini, PPI Lyon memfokuskan pada promosi budaya Indonesia lewat kuliner. Mengapa kuliner? “Kuliner dihadirkan sebagai benang merah dengan karakter kota Lyon yang terkenal sebagai ibu kota gastronomi Prancis”, jawabnya. Salah satu tujuan acara ini juga adalah menegaskan peran pelajar Indonesia dalam mempromosikan kekayaan budaya Indonesia lewat kuliner.  “Kami ingin menyambut ajakan Presiden Jokowi untuk memperkenalkan ragam makanan nusantara sebagai salah satu daya tarik budaya Indonesia”, tambahnya.

Dengan spesifikasi tema sesuai dengan karakter publik yang disasar, PPI Lyon sukses menerapkan salah satu strategi promosi budaya efektif. Gagasan untuk menggali kekayaan kuliner menjadi cara yang tepat untuk menarik warga Lyon. Kuliner menjadi titik kesamaan (common point) antara karakter publik yang disasar dengan acara yang disuguhkan. Selain itu, ragam makanan dipadukan dengan pementasan seni menjadi selling point utama acara ini. Paduan antara tema yang tepat, konsep yang matang, serta eksekusi yang rapi menjadi kunci keberhasilan untuk menarik antusiasme warga Prancis untuk mengenal Indonesia.

Hasilnya, sejumlah pengunjung sangat mengapresiasi rangkaian kegiatan yang dihadirkan di Festival Kuliner Indonesia. Mélanie, warga Lyon, mengatakan dirinya sebelumnya tak tahu banyak tentang Indonesia. “Saya seperti mengunjungi negara yang sangat kaya budaya, terutama tarian dan makanan kalian benar-benar luar biasa”, katanya. Hiroko, seorang warga negara Jepang yang studi di Prancis juga menyatakan pendapat senada, “Sungguh ide yang brilian untuk memperkenalkan Indonesia lewat kuliner dan pentas seni dari para pelajar”.



Juara Festival Budaya di Chambéry

Selain menyelanggarakan festival kuliner di Lyon, upaya PPI Lyon mempromosikan budaya Indonesia kepada masyarakat Prancis juga membuahkan hasil manis di Chambéry, yang masih menjadi wilayah kerja PPI Lyon. Dalam acara Tour du Monde au Manège yang digelar oleh IAE de Savoie  pada 3-4 April 2015, perwakilan Indonesia dipilih oleh pengunjung sebagai Juara I dalam bidang Partisipasi dan Dinamisme.

Hasil ini sangat berkesan karena Indonesia baru pertama kali berpartisipasi dalam pesta kebudayaan tahunan di Chambéry yang telah diselenggarakan sejak tahun 1990 ini. “Meski baru pertama kali tampil, Indonesia benar-benar partisipatif dan mampu menyambut pengunjung dengan ramah. Kami tentu berharap Indonesia dapat menjadi peserta rutin”, ujar Océan Picot, Ketua Penyelenggara Tour du Monde au Manège 2015.




Tercatat tidak kurang dari 4000 warga Prancis datang ke acara ini dalam dua hari penyelenggaraan. Stand Indonesia termasuk yang paling diminati, terlihat dari banyaknya apresiasi atas makanan yang disajikan yaitu kue pandan, martabak telur, dan martabak manis. Pengunjung juga menikmati berbagai ragam budaya Indonesia, mulai dari alunan lagu tradisional, instrumen musik Rindik, wayang kulit, dan produk-produk Indonesia. Berbagai brosur pariwisata disediakan bagi pengunjung yang ingin bertanya mengenai seluk beluk kunjungan wisata. Stand Indonesia juga menarik perhatian karena adanya photo booth yang memberikan kesempatan bagi pengunjung untuk berfoto dengan mengenakan baju adat Minang.

Indonesia juga mengisi acara di panggung dengan menampilkan Tari Ronggeng Menor khas Bekasi. Tepuk tangan ratusan penonton yang memadati panggung membahana saat pentas tari tradisional usai. Tampak jelas dari pujian terhadap keindahan dan keberagamannya, Indonesia telah mendapat tempat di hati masyarakat Prancis.

Dari prestasi yang membanggakan di Chambéry, ada satu catatan yang menarik, yakni pelajar Indonesia yang mengorganisasi stand Indonesia dalam acara ini hanya lima orang. Di Chambéry memang hanya ada tiga mahasiswa Indonesia, ditambah bantuan dua orang yang datang dari Lyon. “Kami ingin membuktikan bahwa keterbatasan jumlah bukan halangan untuk berkontribusi mempromosikan budaya Indonesia”, ujar Bastian Okto, mahasiswa S3 di Chambéry yang juga mantan ketua PPI Lyon.

Di tengah kepadatan studi dan keterbatasan tenaga, para anggota PPI Lyon ini rela secara swadaya dan gotong-royong mewujudkan keinginannya dalam mengenalkan Indonesia. Tentunya, wujud semangat kecintaan dan kebanggaan pelajar Indonesia ini patut mendapat dukungan dan apresiasi tinggi.

Putri Afiyah menarikan Tari Ronggeng Menor dari Bekasi
PPI Lyon di Chambéry: Bastian Okto, Putri Afiyah, Awatrawika


Diplomasi Budaya dan Kerjasama Pelajar Antarbangsa

Berbagai aktivitas yang digagas PPI Lyon d atas merupakan wujud nyata untuk membangun hubungan antarbangsa melalui people to people diplomacy atau upaya diplomasi yang dilakukan oleh elemen-elemen non pemerintah secara tidak resmi. Upaya sering disebut sebagai Diplomasi Budaya, yang menjadi salah satu instrumen penting dalam menjalin hubungan baik dengan bangsa lain di samping mengokohkan karakter suatu bangsa.

Diplomasi budaya adalah salah satu bagian dari diplomasi publik yang saat ini digencarkan pemerintah Indonesia sebagai langkah bahwa tidak hanya pemerintah yang bisa aktif bekerja sama dengan negara luar tapi unsur atau aktor swasta dan masyarakat sipil seperti dalam hal ini pelajar Indonesia yang bertujuan mengenalkan budaya Indonesia dan diharapkan tercapai nilai saling menghormati, damai, dan penuh keharmonisan.

Menyadari peran penting pelajar dalam diplomasi budaya, PPI Lyon juga terus mengembangkan upaya dalam menguatkan relasi Indonesia dengan bangsa lain. Salah satunya adalah melalui kerja sama dengan asosiasi pelajar negara lain, yang telah diwujudkan dalam Festival Kuliner Indonesia kemarin.





Dalam acara ini, PPI Lyon merangkul asosiasi mahasiswa Malaysia, MASAF, untuk ikut serta menyajikan makanan khas Malaysia seperti kue keria, ubi kledek dan teh tarik. “Dari acara ini, selain untuk mempromosikan Malaysia, kami juga memetik manfaat untuk menjalin pertemanan dengan orang Indonesia,” ujar Azizi, Ketua MASAF wilayah Grenoble-Lyon.


Arief Mirkhaél Nazli perwakilan dari MASAF menampilkan Lagu Warisan oleh Allahyarham Sudirman

Tiara Kurniasari, Ketua Panitia Festival Kuliner Indonesia, menyatakan bahwa salah satu harapan diadakannya acara ini adalah sebagai bentuk kontribusi pelajar dalam membangun jalinan kerjasama dan persahabatan dengan negara tetangga dalam promosi budaya. Meski Indonesia-Malaysia acapkali berbenturan dalam persoalan klaim budaya, undangan bagi negara tetangga ini sekaligus mengukuhkan karakter diplomasi Indonesia,“million friends, zero enemy”.

Ke depannya, PPI Lyon juga berencana untuk memperluas partisipasi negara tetangga dengan mengundang negara-negara seluruh ASEAN. Proyeksi ini menjadi bagian dari rencana strategis PPI Lyon menyambut ASEAN Community 2015. Dengan diresmikannya ASEAN Community, Indonesia tentu menghadapi tantangan tersendiri akibat meningkatnya persaingan di kawasan ASEAN. Namun, dalam mengatasi tantangan ini, penting untuk mengedepankan kolaborasi di atas kompetisi.

Dengan menggandeng negara tetangga dalam misi diplomasi budaya, tidak hanya tujuan eksternal untuk mempromosikan akar budaya ASEAN pada masyarakat Prancis yang dapat tercapai. Di level internal, pelajar Indonesia dapat menjadi pilar untuk memperkuat solidaritas antarbangsa sekaligus memperluas jaringan yang tentunya bermanfaat bagi diri sendiri maupun bangsa Indonesia.


Publikasi media lokal, Le Progrès, mengenai acara Festival Culinaire Indonésien 2015

Bhinneka Tunggal Ika: Foto bersama PPI Lyon di akhir acara dengan Ibu-ibu Franco-Indonesia, pengunjung acara dan MASAF


Penulis: Aulia Nastiti ( M2 Cultural Studies - Université Lyon 3 )